Jahangir Circle News

berita dari seluruh kalangan dunia

Edukasi

Ketika Sastra Berkisah di Buku ‘Kisah Menulis Storytelling Secara Kesastraan’

jahangircircle.org berpendapat bahwa lebih mudah menyampaikan sebuah cerita kepada pendengar atau pembaca untuk menikmati laporan yang solid dan jelas. Dengan bercerita, kita mendapatkan warna emosional yang melingkupi logika. Perkawinan antara dimensi emosi dan logika akan menciptakan narasi yang mengalir dalam frekuensi emosi pembaca.

Jurnalisme sastra kini menjadi model tersendiri yang tidak bisa dipengaruhi oleh kebiasaan pragmatis dan mendesak. (Jurnalisme sastra) seolah mengingatkan kita pada bangsa oriental yang nenek moyangnya dikenal baik dan penuh kasih sayang. Mengapa fakta komunikasi seakan melupakan budaya belas kasihan di media saat ini?

Berdasarkan harapan tersebut, cerita sastra menjadi sangat penting bagi media sebagai pabrik narasi. Saat ini banyak praktisi media yang dikelola oleh produser konten, sastra harus diakui sebagai medianya. Sebuah alat untuk membuat bercerita menjadi menarik. Sastra mendorong penulis untuk memahami teknik bercerita.

Buku yang ditulis oleh Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi (FICOM) Universitas Islam Bandung (UNISBA). Dokter Septiawan Santana Kurnia sepertinya menjadi vitamin yang wajib dikonsumsi bagi mereka yang suka makan cerita dan bercerita sambil bercerita.   

Judul buku yang terbit tahun ini (2024) adalah Kisah Fiksi Sastra (Perspektif Jurnalisme Sastra). Buku ini dilengkapi dengan kutipan dari berbagai orang termasuk contoh serta narasi sastra.

Misalnya penulis novel Robinson Crusoe (1719) Daniel Defoe. Ia konon memberikan realisme sastra dalam Journal of the Plague Year (1722) pada abad ke-18 ketika melaporkan bencana wabah. Demikian pula, penulis Ernest Hemingway disebutkan ketika dia menulis “Six Men Go Tanker” (Kansas City Star, 6 April 1918), yang melaporkan tentang tentara dalam Perang Dunia Pertama.

Penulis Truman Capote dalam In Cold Blood (1966), yang menggunakan teknik narasi orang ketiga dari dua mantan narapidana yang melakukan perjalanan tanpa tujuan setelah membunuh anak-anak mereka. Penulis Gabriel García Márquez juga dijadikan contoh bagaimana menampilkan gaya “human interest” dalam pemberitaan tentang seorang nelayan yang selamat dari tenggelamnya kapalnya di laut lepas. Berbagai penulis lain beserta contoh karyanya terdapat dalam buku terbitan Yayasan Obor Pustaka Indonesia.

Selain tokoh sastra peraih Nobel, buku ini juga menampilkan tokoh dan gaya sastra Indonesia. Misalnya, teks Syair Lampung Karam (1883) karya Muhammad Saleh yang berkisah tentang letusan Gunung Krakatau dalam bentuk syair panjang sebagai genre sastra Melayu: merekam kembali apa yang didengar dari penduduk yang berbeda.

Seperti yang diceritakan Adine Guru yang berkunjung ke Barat pada tahun 1920-an (perjalanan) di mana artefak sejarah kolonial ditemukan. Bagaimana teknik penulisan sastra yang digunakan pada masa Orde Baru, dengan cara penyampaian cerita yang unik, sebagai metode perlawanan melalui estetika sastra, melalui teknik penyajian puisi dan sastra lainnya dalam berbagai artikel dan kolom serta pemberitaan media.

Buku ini juga menjelaskan berbagai teknik penulisan fiksi yang berasal dari unsur sastra tertentu, seperti teknik menulis dengan “objektivitas berbeda, kepentingan manusia berbeda, interpretasi: subjektif atau imersif”. Teknik bercerita sastra membedakan penulis ketika mengkonstruksi penyajiannya, terutama dalam pendekatannya dalam menemukan data dan fakta (reporting), mengungkapkan “suaranya” dan menciptakan struktur naratif.

Di sisi lain, buku ini juga memberi tahu Anda cara menulis berdasarkan empat alat jurnalisme sastra yang dikemukakan Tom Wolfe, yaitu mengkonstruksi adegan, merekam dialog realistis, menggunakan sudut pandang orang ketiga, dan mencatat berbagai detail (pengetahuan). . yang berperan dalam dunia materi.

Segala sesuatu tentang dunia fiksi sastra dibahas dalam buku ini, khususnya dunia jurnalistik dan media. Semua ini penulis tawarkan untuk membantu kita memahami teknik menulis dengan cara yang manis, hangat, dan segar.

Melalui buku ini, penulis ingin mengajak bangsa ini untuk lebih kreatif dan deskriptif dalam menulis, khususnya bagi para jurnalis, penulis, mahasiswa, guru, akademisi dan profesi lainnya. Tujuannya sederhana, agar karya tulis dan pesan yang disampaikan dapat menarik minat pembaca, meningkatkan pemahaman, menciptakan hubungan emosional, estetis, dan menyampaikan pesan dengan mudah dan jelas.

Buku dengan harga kurang dari 170 ribu Toman bisa dibeli di toko buku dan berbagai pasar. Silakan membacanya dan rasakan energi ceritanya.

 

 

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *