jahangircircle.org, JAKARTA – Kepala Riset Pendapatan Tetap Mandiri Securitas Handi Unionto optimis pasar obligasi Indonesia memiliki prospek cerah ke depan. Pasalnya kinerjanya selama ini cukup tangguh.
“Meski imbal hasil US Treasury meningkat 60 basis poin dalam dua bulan terakhir, namun spread imbal hasil kita mengecil,” kata Anto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Ia menyebutkan ada tiga faktor yang mendorong ketahanan pasar obligasi Indonesia.
Pertama, porsi kepemilikan obligasi kini didominasi oleh investor domestik, khususnya investor ritel. Jika dulu obligasi bergantung pada investor institusi, kini kontribusi investor ritel memberikan insentif baru yang cukup signifikan.
“Sebagai catatan, porsi kepemilikan asing juga turun dari 40% menjadi 15%,” ujarnya menjelaskan mengapa korelasi antara imbal hasil Treasury AS dan obligasi kita menurun karena pasar lebih banyak didukung oleh faktor internal.
Kedua, indikator perekonomian dalam negeri yang positif tercermin pada posisi cadangan devisa, pengelolaan fiskal yang hati-hati, dan inflasi yang relatif rendah.
“Jika kita menggabungkan semua indikator ini, kita berada di urutan keempat negara berkembang yang resisten terhadap kenaikan dolar AS dan imbal hasil obligasi Treasury AS,” ujarnya.
Ketiga, terkait persoalan fiskal lagi-lagi, terdapat risiko efisiensi anggaran tidak mencapai target pemerintah. Diasumsikan kebutuhan pembiayaan pemerintah tercukupi sehingga lelang Surat Utang Negara (SBN) akan lebih fokus pada penggalangan surplus pembiayaan dan sisa surplus pembiayaan neraca (SILPA).
“Mudah-mudahan hal ini dapat mengurangi potensi risiko penawaran kami di pasar obligasi pada tahun 2025. Kami melihat ini sebagai sesuatu yang positif ke depan,” ujarnya.
Ke depan, Anto menilai Indonesia menawarkan return nominal yang menarik dibandingkan risiko kredit dan inflasi hanya sebesar 1,71% year-on-year. Hal ini menjadikan Indonesia lebih menarik dibandingkan negara berkembang lainnya.
“Kami masih mempertahankan pandangan positif. Risiko terbesar dari sudut pandang global adalah jika ternyata Federal Reserve tidak menurunkan suku bunganya. “Tapi sejauh ini kalau kita lihat datanya, potensi penurunan suku bunga AS masih besar,” ujarnya.