jahangircircle.org, JAKARTA – Isu boikot produk terkait dukung Israel seperti McDonald’s, Pizza Hut, KFC, dan Starbucks terus berkembang tidak hanya di Indonesia, tapi juga global. Direktur Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (Indef), Andry Satrio Nugroho menilai boikot ini berskala sangat besar dan berdampak signifikan.
“Jika Anda melihatnya, argumen yang mendukung boikot produk yang terkait dengan dukungan terhadap Israel cukup kuat.” Kami melihat masyarakat sudah mulai gencar melakukan boikot tersebut,” kata Andry saat dihubungi Republik di Jakarta, Sabtu (23/11/2024).
Andry mengatakan, situasi ini diperburuk dengan menurunnya daya beli masyarakat Indonesia. Akibatnya, hal ini semakin memperburuk kinerja perusahaan-perusahaan yang terkait dengan dukungan Israel.
“Sebaliknya, kemarin kita melihat daya beli masyarakat turun,” kata Andry.
Andry mengatakan masyarakat yang mengalami penurunan daya beli pasti akan beralih ke produk dengan harga lebih murah. Andry mengatakan masyarakat juga mendapatkan berbagai macam produk lokal yang dapat menggantikan produk terkait dengan dukungan Israel dengan harga yang jauh lebih murah.
“Untungnya bagi masyarakat Indonesia, ada alternatif pengganti produk tersebut,” tambah Andry.
Terlepas dari alasan solidaritas tersebut, Andry menjelaskan anjloknya daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor yang mendukung keberhasilan boikot ini. Produk lokal yang dijadikan substitusi umumnya memiliki harga yang lebih murah dibandingkan produk internasional yang terabaikan.
“Kemarin daya beli masyarakat menurun. Oleh karena itu, produk-produk substitusi ini juga terkesan lebih murah dibandingkan produk-produk yang ditolak. Makanya konsumen langsung membeli produk-produk tersebut,” kata Andry.
Menurut Andrys, fenomena boikot ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di kawasan lain di dunia. Andry mengatakan boikot tersebut juga menjadi pukulan telak terhadap produk-produk terkait dukungan terhadap Israel di berbagai belahan dunia.
“Aksi boikot ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di wilayah lain, di luar Indonesia. Jadi, secara global, dampak boikot ini sangat-sangat terasa terhadap produk-produk terkait tersebut,” kata Andry.