REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Asosiasi Pengelola Mal Indonesia Alfonsus Wijaya mengkritisi perubahan berbagai kebijakan pemerintah yang kini ramai diperbincangkan masyarakat, yakni kebijakan kenaikan upah minimum negara (UMP) dan nilai tambah. pajak (PPN. ). Ia menilai, kenaikan UMP tidak akan berhasil jika dibarengi dengan kenaikan PPN hingga 12 persen.
Read More : Sebanyak 35.224 Petani dan UMKM di Jawa Barat Diberi Perlindungan Asuransi Mikro
Alphonsus Klingking mengatakan, “UMP memang akan membantu daya beli masyarakat miskin, namun jika ditambah PPN maka tidak akan efektif sehingga pengembangan UMP tidak akan efektif,” ujar Alphonsus Klingking saat mengikuti kegiatan tersebut Lucu Anti-Golput. Diskon pesta Pilkada 2024 di Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2024).
Alphonse menambahkan, pentingnya pengembangan UMP adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang selama ini dinilai lemah. Ketika daya beli meningkat dan menguat, penggunaan air akan mampu berjalan lebih baik, sehingga berdampak pada bisnis seperti ritel.
“Jadi UMP perlu penguatan bagi masyarakat menengah ke bawah. Jangan ditambah PPN lagi, tidak akan efektif, kita lihat persentase kenaikan UMP, kalau ditambah nilai produknya, tidak ada manfaatnya,” dia menjelaskan.
Alphonse menjelaskan, pihaknya sejak awal sudah meminta pemerintah mengubah tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen. mulai 1 Januari 2025. Setidaknya ada tiga alasan yang dikemukakannya.
Pertama, dengan kenaikan PPN maka harga suatu barang atau produk juga akan meningkat. Hal ini diyakini akan menyulitkan masyarakat kelas menengah ke bawah di tengah kondisi daya beli masyarakat yang sedang menurun.
Read More : Di Tengah Isu Kenaikan Tarif PPN, DPR Sahkan RUU Tax Amnesty Masuk Prolegnas Prioritas
Kedua, tarif PPN di Indonesia tidak terlalu rendah dibandingkan negara tetangga. Oleh karena itu, saya kira tidak ada alasan khusus atau terburu-buru untuk menaikkan PPN, tambahnya.
Alasan ketiga adalah perkembangan usaha atau pekerjaan, khususnya di bidang ritel, kurang baik. Jadi, menurut dia, harus ada yang maksimal dulu, baru tarif PPN boleh naik.
“Jangan membuat perbedaan. Kalau tidak, pasti akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.” Jadi menurut saya ada tiga alasan kami APPBI meminta pemerintah menunda (PPN 12 persen) karena waktunya tidak tepat. , “katanya.