jahangircircle.org, JAKARTA — Peneliti kebijakan berikutnya Muhammad Anwar menilai pernyataan pemerintah akan memberikan insentif kepada masyarakat sebagai langkah sebelum menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen tidak masuk akal. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengetahui pernyataan tersebut dilontarkannya menanggapi kebijakan PPN 12 persen yang kini mendapat penolakan luas dari masyarakat.
Anwar mengatakan, memang segala upaya pemerintah untuk menggairahkan perekonomian kelompok menengah ke bawah yang saat ini berada dalam tekanan patut diapresiasi. Sebab, hal itu menunjukkan perhatian terhadap kondisi masyarakat rentan.
Namun jika stimulus diberikan untuk mempersiapkan masyarakat mampu menghadapi kenaikan PPN hingga 12 persen, maka pendekatan tersebut salah dan tidak bijaksana, apalagi stimulus tersebut bersifat sementara sedangkan kenaikan PPN bersifat permanen, ujarnya. Anwar saat dihubungi pihak Republik, Kamis (28/11/2024).
Ia mengatakan, kebijakan berpotensi hanya menjadi solusi jangka pendek, tanpa mengatasi akar permasalahannya.
Dikatakannya, stimulus yang diberikan selama tiga bulan, dalam skenario optimistis, mampu memberikan sedikit perbaikan pada daya beli masyarakat dan perekonomian. Namun, ketika stimulus berakhir dan PPN yang lebih tinggi mulai berlaku, beban keuangan akibat kenaikan pajak akan segera mengikis kembali daya beli.
“Kami meyakini tanpa perbaikan struktural perekonomian masyarakat, maka kondisi perekonomian masyarakat menengah ke bawah akan kembali terpuruk setelah masa stimulus berakhir,” ujarnya.
Dikatakannya, pemberian bantuan sosial kepada masyarakat kelas menengah – misalnya – hanya selama tiga bulan, dalam rangka penundaan kenaikan PPN sebesar 12 persen, tidak akan cukup untuk mengatasi resesi ekonomi yang mereka derita, untuk kembali kepada mereka. posisi sebelum runtuh.
Tiga langkah mitigasi
Anwar menilai pemerintah perlu melihat lebih strategis bagaimana menjawab tantangan kenaikan PPN hingga 12 persen. Sebab, belakangan saya mengetahui berbagai pihak, baik masyarakat umum, khususnya kelas menengah, hingga pengusaha menolak kebijakan tersebut.
“Untuk mendukung kelas menengah secara berkelanjutan dan menghadapi tantangan kenaikan PPN, perlu diprioritaskan langkah-langkah mitigasi yang lebih strategis dibandingkan pemberian bantuan sosial sederhana dalam bentuk tunai atau barang,” ujarnya.
Dia menilai setidaknya ada tiga langkah yang bisa dipertimbangkan atau diberikan pemerintah. Pertama, mengurangi beban kebutuhan pokok. Pemerintah perlu memastikan barang dan jasa pokok tetap terjangkau, terutama bagi masyarakat kelas menengah dan bawah. Langkah tersebut dapat dilakukan dengan memperluas daftar barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN atau dikenakan tarif PPN lebih rendah.
“Dengan begitu, barang-barang seperti pangan, jasa kesehatan, pendidikan, atau angkutan umum tidak terkena dampak langsung dari kenaikan tarif PPN. Hal ini akan menjaga daya beli masyarakat dan menjaga konsumsi dalam negeri sebagai penopang utama perekonomian,” ujarnya. keluar.
Kedua, subsidi langsung berdasarkan konsumsi primer, seperti listrik, gas atau angkutan umum, sebaiknya diberikan kepada keluarga kelas menengah dan bawah. “Pendekatan ini lebih efektif dibandingkan kesejahteraan umum karena langsung menyasar biaya tertinggi,” ujarnya.
Ketiga, dukungan terhadap sektor UKM dan pengusaha kecil. Banyak masyarakat kelas menengah yang bergantung pada UKM dan sektor usaha kecil sebagai sumber pendapatannya. Pemerintah sebaiknya memberikan kebijakan khusus seperti kredit murah dengan bunga rendah, akses pelatihan dan teknologi untuk meningkatkan daya saing, serta pembukaan pasar melalui program kolaborasi atau promosi produk lokal.
“Dukungan ini tidak hanya membantu kelas menengah untuk bertahan hidup, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang berkelanjutan,” tutupnya.
Sebelumnya diketahui, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah berencana menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang awalnya akan diterapkan pada 1 Januari 2025. .
“Iya hampir pasti ditunda,” kata Luhut di Jakarta, Rabu.
Menurut Luhut, penerapan kenaikan PPN ditunda karena pemerintah berencana memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial kepada masyarakat kelas menengah.
“Sebelum menjadi PPN 12 persen, mereka harus memberikan stimulus terlebih dahulu kepada mereka yang kondisi ekonominya sulit,” ujarnya.
Luhut mengatakan, bantuan sosial yang diberikan pemerintah sebagai bantalan dalam penerapan PPN 12 persen tidak boleh berupa bantuan langsung tunai (BLT), melainkan subsidi listrik.
“Tapi itu memberinya pencerahan. Karena kalau nanti diberikan ke masyarakat, nanti mereka takut untuk bertaruh lagi,” ujarnya.
Luhut mengatakan pemerintah telah menyiapkan anggaran bansos melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan rencana penyalurannya akan segera selesai.
Sementara terkait gelombang penolakan kenaikan PPN media sosial sebesar 12 persen, Ketua DEN menyatakan hal itu hanya karena ketidaktahuan masyarakat terhadap struktur kenaikannya. “Ya karena masyarakat belum tahu tentang ini, struktur ini,” ujarnya.