jahangircircle.org, JAKARTA – Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) menekankan pentingnya memberantas aksi terorisme di bidang pendidikan kedokteran. Apalagi setelah kasus miris seorang dokter PPDS Universitas Diponegoro yang dituduh bunuh diri akibat kecelakaan yang dilakukan oleh orang lanjut usia.
AIPKI menegaskan aksi terorisme bukanlah budaya yang patut dilestarikan. “AIPKI mendukung zero terorisme, maka Anda setuju. Karena terorisme itu bukan perbuatan yang baik,” kata Ketua AIPKI, Profesor Budi Santoso, usai membuka Mukernas Nasional Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI) di Jakarta, Sabtu. (12/10/2024).
Namun menurut Budi, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan memerlukan cara yang lebih baik dalam menangani kasus terorisme. Menurutnya, keputusan pemerintah menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesi (PPDS) di Undip tidak tepat. Pasalnya, langkah pembekuan tersebut merugikan masyarakat dan pelajar lain yang mungkin tidak terlibat dalam isu perundungan tersebut.
“Penangguhan penangguhan itu merugikan masyarakat, karena yang tidak terdampak juga ikut terdampak. “Oleh karena itu kami berharap ke depan dapat menangani permasalahan terorisme dengan lebih baik dan membawa semua pihak yang terlibat dengan cara yang rasional dan lebih baik,” kata Profesor Budi.
Budi menilai, hukuman atas kasus perundungan di sekolah ini harusnya ditujukan kepada pelakunya. Jika setelah dilakukan pemeriksaan terbukti ada pelanggaran, Budi sepakat pelaku harus mendapat sanksi tegas.
“Kalau terbukti ada terorisme, saya setuju semua akan diusir. Namun hal tersebut harus dilakukan setelah dilakukan penyelidikan yang matang, karena bisa saja pelaku melakukan terorisme tanpa sepengetahuan pihak kampus. “Kalau ditunjukkan, saya setuju dengan hukuman apa pun,” kata Budi.
Selain soal hukuman, ia juga mendorong pemerintah berperan aktif dalam mengkampanyekan kebijakan anti-bullying di pendidikan kedokteran. Profesor Budi yang juga Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga mengatakan, sejak tahun 2018, FK Unair telah menerapkan prosedur pelaporan dan sistem penanganan kasus terorisme.
Sebagai tindakan pencegahan, FK Unair juga sering mengadakan pertemuan dan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran anti-bullying di kalangan mahasiswa dan seluruh civitas kampus. “Tetapi yang terpenting saat ini adalah pencegahan. Kita harus mencegah agar kejadian perundungan di sekolah tidak terulang lagi,” ujarnya.
Gumanti Awaliyah