jahangircircle.org, JAKARTA – Deputi Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti menegaskan Indonesia masih memiliki cukup dolar AS untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah meski banyak tekanan dari situasi perekonomian dunia bulan ini. . Menurut Destry, meski pengaruh faktor eksternal besar, situasi di dalam negeri masih kuat, perusahaan terus membeli dolar AS, dan data perdagangan menunjukkan hasil yang baik.
“Kalau bicara nilai tukar, bulan November ini pengaruh dunia luar biasa. Namun, rumahnya masih bagus. Perusahaan masih menjual dalam dolar AS dan kami masih melakukannya dengan baik. Sertifikat Devisa Bank Indonesia (SVBI) mencatatkan peningkatan yang signifikan,” kata Destry dalam konferensi pers RDG BI, Rabu (20/11/2024).
SVBI, alat yang digunakan untuk mengcover simpanan valuta asing di Bank Indonesia, menunjukkan tren positif. Pada bulan Oktober, uang yang disimpan di SVBI tercatat sebesar 3 miliar dolar, dan pada bulan November ini meningkat menjadi 3,4 miliar dolar. Hal ini menunjukkan dolar AS masih stabil.
Destry juga mengatakan Bank Indonesia masih memiliki cadangan devisa yang besar yakni sebesar 151 miliar dolar AS, sehingga memberikan rasa aman dan stabilitas perekonomian dalam negeri. Kami berharap situasi ini hanya sementara. Bank Indonesia tetap berada di pasar untuk memberikan kepercayaan kepada pasar, tambahnya.
Meski ada tekanan terhadap rupiah, Destry menilai permasalahan ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Tren global mungkin mempengaruhi pasar, namun hal ini tidak mengubah kepercayaan Bank Indonesia terhadap perekonomian India. Ia juga menyoroti respon positif yang diterima pemerintah terhadap penerbitan Sukuk Global senilai US$2,75 miliar baru-baru ini.
“Respon positif terhadap sukuk internasional ini menunjukkan bahwa asing masih memiliki kepercayaan terhadap Indonesia. Hal ini juga akan memberikan kepercayaan terhadap perekonomian kita dan nilai tukar rupiah,” kata Destry.
Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, meski melemah 0,84 persen pada November 2024, namun masih terkendali jika dibandingkan dengan penurunan nilai mata uang nasional lainnya seperti Dolar Taiwan, Peso Filipina, dan Won Korea. Penurunan nilai tukar rupiah diperparah dengan penguatan dolar AS di seluruh dunia dan alokasi dana investor yang kembali ke AS pasca pemilu di sana. Namun, meski ada tekanan terhadap rupiah, BI bersedia mengambil kebijakan moneter yang adil dan jujur untuk menjaga laju inflasi.