jahangircircle.org, JAKARTA – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pada 31 Oktober 2024, pembentukan upah minimum menjadi salah satu isu yang menarik perhatian masyarakat. faktor ekonomi. . Keputusan ini menimbulkan spekulasi apakah upah minimum yang baru akan lebih tinggi atau lebih rendah dari yang tertulis dalam Perintah Dewan No. 51/2023.
Di tengah perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, CELIOS (Pusat Studi Ekonomi dan Hukum) merilis laporan bertajuk Skenario Kenaikan Upah Minimum pada Perekonomian Nasional 2025, yang menguraikan skenario kemungkinan dampak kenaikan upah minimum terhadap perekonomian Indonesia.
Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif CELIOS, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan upah minimum yang cenderung rendah pasca pemberlakuan UU Cipta Kerja berdampak pada daya beli pekerja kelas menengah. “Ada hubungan antara rendahnya upah minimum dan menyusutnya kelas menengah. Dalam 10 tahun terakhir, pemerintah tidak pernah menjadikan upah minimum sebagai kebijakan counter-cyclical. Padahal, upah minimum yang lebih baik akan mendorong konsumsi rumah tangga dan menguntungkan pelaku usaha serta pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, kata Bhima.
Dari simulasi yang dilakukan CELIOS, Bhima menjelaskan kenaikan upah minimum sebesar 10 persen berpotensi meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar Rp67,23 triliun. Peningkatan konsumsi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif, khususnya bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) yang terkena dampak langsung dari peningkatan daya beli pegawai.
Nailul Huda, Chief Financial Officer CELIOS, memaparkan hasil model ekonomi mereka yang menunjukkan dampak signifikan kenaikan upah minimum terhadap PDB nasional. “Kenaikan upah minimum sebesar 10% bisa mendorong PDB menjadi Rp 122,2 triliun pada tahun 2025, sedangkan jika menggunakan rumus PP 51/2023 pengaruhnya relatif kecil, hanya sekitar Rp 19,32 triliun,” jelas Huda menggunakan kata-kata tersebut. PP 78/2015 yang Menggabungkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi diperkirakan akan berdampak pada PDB sebesar Rp 106,3 triliun.
Selain berdampak pada PDB, kenaikan upah minimum juga diyakini bisa menciptakan lapangan kerja baru. Menurut Huda, kenaikan upah minimum sebesar 10 persen diperkirakan akan menambah 1,19 juta lapangan kerja, jauh lebih tinggi dibandingkan formula PP 51/2023 yang hanya membuka 188 ribu lapangan kerja baru.
Dampak lain dari kenaikan upah minimum adalah surplus dunia usaha yang diperkirakan mencapai Rp71,08 triliun. Surplus ini berasal dari peningkatan penggunaan rumah tangga yang mempercepat peredaran uang dalam perekonomian. Peningkatan konsumsi ini dinilai sangat penting bagi keberlangsungan usaha kecil dan menengah yang sangat bergantung pada daya beli masyarakat.
Huda juga menambahkan, kenaikan upah minimum sebesar 10 persen mampu membantu menurunkan angka kemiskinan hingga 8,94 persen, dibandingkan formulasi sebelumnya yang membantu menurunkan kemiskinan hanya sebesar 0,01 persen. Kajian teknokratis terhadap beberapa skenario yang dilakukan lembaga penelitian hendaknya menjadi acuan bagi pemerintah agar tidak salah langkah dan memperburuk kondisi perekonomian, kata Huda.
Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, menekankan perlunya organisasi independen untuk menetapkan upah minimum dengan peran seperti Low Pay Commission di Inggris. “Kami menyarankan pemerintah segera membentuk organisasi independen yang diawasi oleh serikat pekerja dan pengusaha, tidak hanya mengacu pada data BPS,” kata Wahyu.
Momentum putusan Mahkamah Konstitusi, menurut CELIOS, dapat dijadikan game changer untuk merangsang permintaan domestik melalui instrumen pengupahan. Kenaikan upah minimum pada tahun 2025 akan menentukan arah pertumbuhan ekonomi Indonesia, apakah mampu tumbuh di atas 5% atau semakin terhimpit akibat melemahnya konsumsi rumah tangga.