jahangircircle.org, SUKAHARJA – CEO PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) haram dalam bisnis Sritex. Diketahui, Sritex baru-baru ini dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Iwan Kurniawan Lukminto di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah, Senin, mengatakan, “PHK merupakan istilah yang sangat tabu dalam bisnis kami.”
Ivan mengatakan, terkait putusan pailit tersebut, pihaknya saat ini berupaya menyelesaikan permasalahan tersebut secara hati-hati. Di sisi lain, kami berupaya semaksimal mungkin untuk mengajukan kasasi ke MA agar MA membatalkan atau membatalkan putusan PN Semarang pada 21 Oktober lalu, ujarnya.
Selain itu, pihaknya masih melakukan konsolidasi internal dan eksternal sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung. “Sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung, kami akan menghadapi kendala teknis yang akan terus kami hadapi untuk menormalisasi operasional bisnis Sritex,” ujarnya.
Sementara itu, dia menjelaskan, putusan pailit akan dimulai pada tahun 2022 saat Sritex memasuki tahap PKPU atau dikenal dengan istilah penangguhan.
“Di sana kami melalui proses penyelesaian utang yang panjang dimana perusahaan kami memiliki perjanjian, perjanjian penyelesaian, atau perjanjian penyelesaian utang. Syaratnya, misalnya utangnya, misalnya 5 tahun, maka diperpanjang menjadi 7. “Enam tahun, utang enam tahun itu diperpanjang menjadi sembilan tahun, maka pembayaran ini memberi waktu.”
Ivan mengatakan, perjanjian damai tersebut awalnya disahkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. “Semuanya sesuai hukum, sesuai dengan kewajiban pembayaran kami berdasarkan kontrak ini,” ujarnya. “Namun, pihak yang tidak bertanggung jawab telah meminta kami membatalkan perjanjian penggabungan ini, perjanjian perdamaian ini.” .
Ia mengaku tak mengetahui alasan Pengadilan Negeri Semarang-Nyaga mengizinkan gugatan tersebut hingga menyebabkan surat perdamaian yang sama yang ditandatangani pada 2022 lalu dibatalkan. “Dengan demikian, perusahaan kami dianggap bangkrut,” ujarnya.
Menurut Ivan, kewajiban perusahaan terhadap karyawan belum diperpanjang. Pada saat yang sama, dia tidak mengesampingkan efektivitas perusahaan.
“Tapi solusi efektif itu berdasarkan keputusan bisnis. Di mana semuanya terselesaikan karena kita belum bisa atau belum ada pembeli di pasar. Makanya efisiensi itu penting,” ujarnya.