Republik Jakarta – Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak menyerang wanita. Meski terdengar menakutkan, penyakit ini memiliki peluang besar untuk disembuhkan, apalagi jika diketahui sejak dini.
Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, mengatakan kanker serviks atau kanker serviks memiliki peluang lebih tinggi untuk disembuhkan, apalagi jika terdeteksi sejak dini. Namun yang menjadi permasalahan di Indonesia, sebagian besar pasien kanker terdiagnosis pada stadium lanjut, sehingga 70% kanker, terutama kanker serviks, menyebabkan kematian, kata Nadia. Di sisi lain, kanker yang didiagnosis pada stadium lanjut juga membutuhkan biaya pengobatan yang lebih mahal.
Oleh karena itu, tujuan Organisasi Kesehatan Dunia adalah menghilangkan kanker serviks. Karena kanker ini, kombinasi targetnya adalah 90-75-90, artinya kita benar-benar bisa menghilangkannya. Nadia, Kamis (28 November 2024) “Kita sebenarnya bisa. hentikan kasusnya,” ujarnya, dalam konferensi pers di Jakarta.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan target 90-70-90 untuk menghilangkan kanker serviks pada tahun 2030, yang berarti 90% anak perempuan di bawah 15 tahun akan menerima vaksin HPV, dan 70% wanita berusia 35 tahun. Setelah mendapatkan vaksinasi dengan vaksin HPV, yang seharusnya digunakan pada pemeriksaan skrining high-throughput berusia 45 tahun, 90% wanita dengan lesi prakanker menerima pengobatan standar. Menanggapi tujuan Organisasi Kesehatan Dunia, Nadia mengatakan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk memberantas kanker serviks. sebuah kanker Hal ini merupakan tulang punggung pemberian layanan untuk meningkatkan kualitas pemeriksaan.
Khusus untuk skrining, pemerintah menargetkan untuk melakukan skrining DNA HPV pada 70% wanita berusia 30-69 tahun pada tahap pertama dan 75% wanita berusia 30-69 tahun setiap 10 tahun sekali. Untuk tahap kedua. Nadia percaya bahwa kombinasi langkah-langkah seperti peluang skrining, cakupan vaksin HPV dan pengobatan tepat waktu terhadap wanita dengan lesi pra-kanker dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kanker serviks di Indonesia.
“Dengan skrining, kita bisa melihat apa yang terjadi di dalam rahim. Jadi kalau dini, kerusakannya masih 10 persen saja, dan kita bisa mengatasinya, jadi pasti tidak ke tahap selanjutnya. Dites lalu dirawat, jadi dengan kombinasi itu kita benar-benar bisa menghilangkannya,” kata Nadia.
Bulan ini, tepatnya 17 November, diperingati sebagai Hari Kanker Serviks Sedunia. Nadia mengenang, peringatan tersebut sebenarnya untuk mengedukasi masyarakat dan mewaspadai penyakit kanker, khususnya kanker serviks yang merupakan kanker kedua terbanyak pada perempuan Indonesia.
Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan budaya dalam hal skrining kanker serviks, karena perempuan lanjut usia sering merasa malu saat melakukan prosedur pengambilan sampel di sekitar rahim dan cenderung meminta izin dari pasangannya sebelum melakukan tes. Nadia juga menegaskan, perempuan berhak memutuskan apakah akan memeriksakan diri dan melanjutkan pengobatan kanker serviks tanpa bergantung pada izin suami untuk itu.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa penyakit tidak menular semakin (meningkat) trennya dari waktu ke waktu, salah satunya kanker. Hal ini tentunya perlu dilakukan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada seluruh perempuan dalam hal bersuara.” Soal gender, salah satu hak yang harus diperjuangkan perempuan adalah hak atas kesehatan,” kata Nadia.