Jahangir Circle News

berita dari seluruh kalangan dunia

Hiburan

Kasus Bripda F, Pakar Ungkap Dampak Psikologis Korban Pemerkosaan Dinikahkan dengan Pelaku

jahangircircle.org, Jakarta – Psikolog di University of Indonesia, Prof. Rose Mini Ages Salim, menyesali praktik pernikahan antara para korban dan pelaku pemerkosaan. Dia menekankan bahwa ini dapat berdampak negatif pada korban psikologis korban.

“Jika korban menikah dengan pelaku, dia pasti akan membuat korban tidak nyaman dan tidak dilakukan. Saya juga terkejut mengapa pelaku memiliki kesempatan untuk menikahi korban ini,” kata profesor psikologi UI ketika ia menghubungi pada hari Senin (13.01.2025).

Penjelasan oleh Prof. Rose sebagai tanggapan terhadap kasus Bripda, seorang anggota polisi regional di Sulawesi Selatan, yang dilaporkan pada Oktober 2023 karena dugaan pemerkosaan dan memaksa para korban aborsi. Rupanya, Bripda F juga merupakan pernikahan dengan korban untuk menghindari pelepasan sanksi yang tulus (PTDH).

Sayangnya, setelah pernikahan Bripda F, dia seharusnya tidak memiliki itikad baik, sama seperti suami suaminya, dia melaporkan bahwa Bripda F melaporkan untuk tinggal di rumah yang sama dan meninggalkan istrinya. Menurut aksi Prof. Rosen oleh Bripda F, itu keterlaluan. Lagi pula, korban harus diabaikan lagi, di mana itu bisa mendapatkan kondisi mental korban.

“Menurut pendapat saya, ketika korban diperkosa, dia dihancurkan dan merasa tidak berharga lagi. Kemudian korban ditinggalkan yang menderita dua kali, karena setelah menjadi istrinya, dia tidak mendapatkan haknya,” kata Prof. Rose.

Prof. Rose mengatakan bahwa korban pemerkosaan mengalami trauma serius di mana mereka merasa tidak berharga. Mereka merasa tidak aman dan merasa bahwa mereka tidak memiliki masa depan. Alih -alih pernikahan dengan para pelaku, korban harus diberikan oleh para ahli untuk pulih.

“Jadi ini bahkan bukan pernikahan, ini bukan cara untuk kembali ke korban. Korban tentu saja tidak memiliki rasa cinta, jadi dia mungkin mau karena tidak ada kewajiban untuk diungkapkan. Bagi orang -orang di sekitar korban yang mendapatkan kembali korban, dia dapat mengulangi kehidupan lagi,” kata Prof. Rose.

Jika korban tidak dapat pulih setelah trauma, dia takut dia akan mengalami depresi yang serius. Menurut Prof. Rose, orang -orang dengan ekspresi risiko tinggi untuk menarik diri dari kehidupan sosial dan bahkan bunuh diri.

“Berbagai jenis pengaruh adalah mereka yang menarik diri dari lingkungan dan kemudian melarikan diri dari hal -hal buruk, seperti konsumsi alkohol, ada juga obat -obatan atau juga dapat melakukan bunuh diri. Agar tidak mengalami hal ini, kita harus membantu para korban untuk mengatur, bangun dan tidak merasa kotor,” kata Prof. Rose.

LEAVE A RESPONSE

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *