jahangircircle.org, JAKARTA — Perceraian karena perbedaan politik pemilu dinilai menjadi persoalan yang memerlukan penyelesaian komprehensif. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menilai banyaknya pasangan suami istri yang bercerai karena perbedaan pilihan politik merupakan dampak dari budaya patriarki yang masih mendarah daging di masyarakat Indonesia.
“Perbedaan ini tidak boleh berujung pada perceraian jika suami/pasangan bisa menghormati pilihan politik istrinya,” kata Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Adat dan Rentan KPPA Eni Widiyanti saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/11/2021). 2024). ).
Menurutnya, sebagian besar perempuan tidak berani mempunyai pilihan politik lain selain suami. “Dalam budaya patriarki yang masih sangat kuat di Indonesia, sebagian besar perempuan tidak berani mengambil pilihan politik selain suami,” kata Eni.
Ia mengatakan, banyak dampak negatif perceraian terhadap tumbuh kembang anak. “Karena budaya patriarki kita masih sangat kuat, maka tidak menutup kemungkinan angka perceraian akan meningkat yang tentunya berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkapkan ada provinsi yang mencatat 500 perceraian karena perbedaan pemilu politik. Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya kajian lebih lanjut terkait peningkatan data perceraian.
“Perceraian karena politik juga besar sekali. Di satu provinsi ada 500 perceraian karena politik. Laki-laki pilih A, perempuan pilih B, cerai. Begitu rapuhnya sebuah pernikahan,” kata Nasaruddin Umar.