jahangircircle.org, JAKARTA – Kenaikan pajak (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada Januari 2025 menuai banyak kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR. Evita Nursanti, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut karena situasi perekonomian masyarakat dinilai kurang stabil.
Meski kenaikan pajak pertambahan nilai dari 11 persen menjadi 12 persen sudah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP), namun masih memungkinkan untuk dilakukan peninjauan kembali, kata Evita. Sebab PPN bisa diubah minimal 5% dan maksimal 15% pada Pasal 7 Ayat 3 UU HPP.
Oleh karena itu, pemerintah mungkin masih punya kewenangan untuk melakukan perubahan, misalnya setelah membahas Peraturan Pemerintah (PP) dengan DPR. Evita dalam keterangannya, Kamis (21/11/2024) mengatakan, “pemerintah harus tetap melakukan perubahan.” pintar-pintarlah melihat situasi perekonomian yang menyulitkan masyarakat.”
Evita mendesak pemerintah mempertimbangkan kembali situasi perekonomian saat ini. Secara khusus, mempertimbangkan dampak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
“Kami memahami niat pemerintah untuk mendongkrak pendapatan, namun kini gejolak perekonomian berdampak besar bagi masyarakat,” kata politikus Fraksi PDI Perjuangan itu.
Evita mengingatkan, ketika pajak pertambahan nilai naik maka harga barang dan jasa juga akan meningkat sehingga berdampak pada daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpendapatan menengah ke bawah. Sektor UMKM sangat bergantung pada stabilitas daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat menurun maka produksi UMKM akan cenderung menurun seiring dengan kenaikan harga jual.
“UMKM berisiko mengalami penurunan penjualan yang signifikan sehingga mengakibatkan ketidakmampuan menjaga arus kas dan keseimbangan keuangan usahanya. Jika ini diterapkan pada waktu yang tidak tepat, maka akan semakin sulit mempengaruhi masyarakat. Dampaknya dan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan lebih rendah dari target awal,” tuturnya.
Pemerintah dinilai harus mencari alternatif untuk meningkatkan pendapatan daerah, bukan dengan menaikkan pajak pertambahan nilai. Menurut dia, salah satu pilihannya adalah fokus pada peningkatan efisiensi sistem administrasi perpajakan dan belanja pemerintah.
“Pemerintah harus mempertimbangkan opsi yang lebih inklusif dan fokus untuk menjamin keberlanjutan sektor UMKM. Daripada menaikkan pajak pertambahan nilai, pemerintah bisa memperbaiki sistem perpajakan dan memfasilitasi sumber pendapatan lain agar lebih efektif,” ujarnya.