jahangircircle.org, Psikolog — Psikolog klinis anak dan remaja Vera Itabiliana Hadividjojo dari Institut Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) memberikan nasehat kepada orang tua agar anak tidak menjadi sasaran atau korban bullying. Ajari anak untuk menjadi kuat.
“Ajarkan anak untuk bersikap tegas, berani mengungkapkan perasaannya dengan jelas dan beretika, terapkan pola asuh demokratis dimana anak terbiasa mengutarakan pendapat,” kata Vera di Jakarta, Kamis (19/9/2024).
Sikap asertif adalah kemampuan mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dirasakan kepada orang lain, namun tanpa maksud untuk menyerang orang lain, dengan tetap menjaga dan menghormati hak dan perasaan pihak lain.
Oleh karena itu, pola asuh yang mendukung ketegasan dan komunikasi terbuka dapat membuat anak merasa berdaya dan lebih mampu menghadapi situasi berbahaya, termasuk perundungan.
Anak yang memiliki keterampilan asertif dapat lebih merespon perilaku agresif teman sebaya, misalnya dengan menetapkan batasan atau meminta bantuan, sehingga mengurangi risiko menjadi korban.
“Ajari dan teladani anak bagaimana membela diri saat merasa tertindas, temukan dan kembangkan kelebihan anak, yang penting anak bisa tampil percaya diri,” sarannya.
Mengajari anak-anak untuk membela diri dan mengembangkan kekuatan mereka dapat memberikan strategi yang diperlukan untuk menghindari intimidasi sekaligus membangun kepercayaan diri dan keterampilan sosial mereka.
Terakhir, Vera mengimbau para orang tua untuk selalu menciptakan lingkungan yang hangat bagi anak di rumah. Lingkungan rumah yang harmonis terbukti berdampak positif terhadap tumbuh kembang anak, serta kesejahteraan psikologisnya.
“Isi kehidupan anak-anak di rumah dengan kasih sayang, agar anak-anak tidak merasa pelaku (pengganggu) bisa lepas begitu saja,” jelasnya.
Sementara itu, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan kekerasan terhadap anak mencapai 141 kasus pada awal tahun 2024. 35 persen dari seluruh pengaduan berasal dari sekolah atau satuan pendidikan.
Pada awal tahun 2024, sebanyak 46 anak mengakhiri hidupnya. Dari total kasus tersebut, 48 persen terjadi di satuan pendidikan atau anak (korban) masih mengenakan pakaian sekolah.