jahangircircle.org, JAKARTA — Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI), Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memperkirakan Bank Indonesia (BI) sebaiknya mempertahankan BI level di level 6. bunga pada rapat Dewan Pengurus BI pada November 2024.
“Dengan kondisi inflasi yang relatif terkendali dan tren depresiasi rupiah yang terjadi saat ini, sebaiknya Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6 persen pada November ini,” kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefki di Jakarta, Rabu (20/11/2024). .
Riefki mengatakan, bulan November menunjukkan kondisi perekonomian dipengaruhi oleh kombinasi faktor domestik dan global. Dari dalam negeri, inflasi masih berada dalam kisaran sasaran Bank Indonesia, meskipun masih terdapat tren deflasi pada beberapa komponen.
Dinamika perdagangan terus menunjukkan ketahanannya, meski terjadi penurunan surplus. Pada bulan Oktober 2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar $2,48 miliar, turun 23,22 persen secara bulanan dan tahunan, dibandingkan surplus sebesar $3,23 miliar pada bulan September 2024. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 28,53 persen. Pada bulan Oktober 2023, surplus sebesar $3,47 miliar sepanjang tahun.
Meski mengalami penurunan, surplus ini menandai surplus perdagangan Indonesia selama 54 bulan berturut-turut. Pada Oktober 2024, baik impor maupun ekspor mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi, namun pertumbuhan impor yang lebih tajam menyebabkan surplus perdagangan menyempit.
Secara global, ketidakpastian akibat pemilu AS dan meningkatnya ketegangan geopolitik telah memberikan tekanan pada aliran masuk modal sehingga mempengaruhi stabilitas rupee.
Mengingat depresiasi nilai tukar rupiah baru-baru ini dan tidak adanya risiko inflasi jangka pendek, Riefki berpendapat bahwa Bank Indonesia harus mempertahankan BI rate pada angka 6 persen untuk memastikan bahwa penyesuaian di masa depan bersifat strategis dan tepat waktu untuk menjaga stabilitas harga.
Antara pertengahan Oktober dan pertengahan November 2024, Indonesia mengalami arus masuk modal bersih sebesar $1,46 miliar, yang mana $0,58 miliar berasal dari pasar obligasi dan $0,88 miliar dari pasar ekuitas.
“Aliran ini terutama disebabkan oleh meningkatnya ketegangan geopolitik dan meningkatnya ketidakpastian mengenai pemilihan presiden AS,” ujarnya.
Menjelang hasil pemilu, investor mengambil sikap hati-hati dan mengalihkan portofolionya ke aset-aset safe-haven. Setelah hasil pemilu, seiring dengan janji Presiden terpilih Donald Trump mengenai kebijakan yang pro-bisnis, banyak investor memindahkan aset mereka keluar dari pasar negara berkembang.
Akibatnya, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia meningkat, dengan imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun sebesar 6,94 persen dari 6,73 persen dan obligasi pemerintah bertenor satu tahun sebesar 6,34 persen dari 6,20 persen. dalam periode yang sama.
Antara pertengahan Oktober hingga pertengahan November 2024, aliran modal masuk menyebabkan rupiah terdepresiasi sebesar 1,38 persen per bulan, melemah dari Rp15.555 per dolar AS pada pertengahan Oktober menjadi Rp15.770 per dolar AS pada pertengahan November.
Hingga saat ini, nilai tukar rupiah berkinerja buruk terhadap mata uang lainnya, dan menunjukkan ketahanan yang relatif terhadap rubel Rusia, lira Turki, real Brasil, dan peso Argentina. Per 15 November 2024, rupee sudah terdepresiasi 3,26 persen secara year-to-date.