jahangircircle.org, JAKARTA – Dewan Persusuan Nasional (DPN) mengaku prihatin dengan nasib peternak kecil di banyak daerah yang harus mengambil tindakan pembuangan susu segar. Berdasarkan data DPN, peternak terpaksa membuang lebih dari 200 ton susu segar setiap harinya.
Ketua DPN Teguh Bodiana mengatakan, susu segar produksi peternak sapi perah dibuang begitu saja karena industri pengolahan susu (IPS) tidak mampu menyerap atau membelinya. Situasi ini dinilai sangat disayangkan dan mengkhawatirkan. Setidaknya ada tiga hal yang dinilai DPN mengkhawatirkan dalam kasus ini.
“Pertama, tindakan IPS yang tidak menerima susu segar produksi peternak sangat tidak manusiawi dan menafikan komitmen IPS untuk mengeksploitasi dan membeli susu segar produksi peternak rakyat,” kata Teguh. Keterangannya, Minggu (10 November 2024).
Kedua, menolak membeli susu segar dari peternak kecil merupakan tindakan yang menambah penderitaan peternak kecil yang saat ini terpinggirkan dan tidak akan pernah mendapatkan nilai lebih dari susu segar.
Ketiga, kurangnya sistem hukum untuk melindungi usaha peternak kecil dan menjamin keamanan pasar susu segar yang diproduksi menjadi alasan peternak sapi perah tidak membeli susu segar, katanya.
Peternak sapi perah diketahui menyebarkan virus dengan membuang produk susu sapi mereka. Peristiwa ini banyak terjadi di daerah seperti Boyolali, Pasuruan.
Terhadap pembatasan kuota yang diberlakukan IPS, dilakukan protes dengan menuangkan susu ke tubuh, yakni mandi susu. Situasi ini terlihat dari banyak video di media sosial yang menunjukkan banyak orang mandi susu.
Di Jawa Tengah, Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Kabupaten Boyolali menerima audiensi yang mewakili produsen susu di daerahnya yang produksinya dibatasi oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).
“Pengumpul susu sapi datang ke kantor Disnakkan Boyolali atas nama peternak dan mengeluhkan pasokan susu ke Industri Pengolahan Susu (IPS) berkurang sejak September 2024,” kata Manajer Disnakkan Boyolali. Lucia Diah Susiati, Boyolali, Jumat.
Dia mengutip para kolektor yang mengatakan alasan IPS melarang pasokan susu adalah pemeliharaan pabrik, jumlah konsumen yang lebih sedikit, dan peningkatan standar kualitas.
Namun yang paling penting, kata Lucia, adalah dampak dari pengurangan kuota susu. Dia mencontohkan Kud Mojsongo Boyolali yang setiap hari mengambil 23.000 liter susu dari peternak, namun IPS hanya bisa mengambil 15.000 liter susu setiap hari atau tagihan dibuat.
Menurut Lucia, produksi susu peternak mencapai delapan ribu liter per hari. Diakui Lucia, kondisi serupa juga terjadi di berbagai daerah di Boyolali, seperti Pasuruhan.
“Kita perlu waktu bertemu dengan IPS untuk menyelesaikannya. Apa yang salah ketika IPS tiba-tiba mengurangi penerima susu? Kita berharap bisa normal seperti dulu,” ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga berupaya melakukan mediasi antara perusahaan milik pemerintah yang bergerak di bidang pengumpulan susu dan industri makanan.
Produksi susu segar Biolali mencapai 51 juta liter per tahun tanpa ada kendala di IPS. Namun kini, ketika produksi tahunannya mencapai 38 juta liter, tiba-tiba masalah seperti itu mulai muncul. “Mudah-mudahan ini segera teratasi,” ujarnya.
Pengurus KUD Mojosongo Boyolali Sriyono mengatakan kepada KUD Mojosongo dan para pengepul, ada kendala dalam penjualan susu karena seluruh IPS tidak mampu menyerap produksi para peternak saat ini.
Sebab, kata Sriyono, IPS yang biasanya setiap harinya mengumpulkan 23.000 liter susu dari koperasi KUD Mojosongo, memiliki kuota susu yang terbatas, namun jumlah yang mampu ditampungnya turun menjadi 15.000 liter.
“Hal serupa juga terjadi di luar wilayah Boyolal, seperti di Salatiga dan Jawa Timur yang juga mengalami hal serupa. Ini permasalahan yang terlihat secara nasional, yaitu menurunnya produksi industri,” ujarnya.
KUD Mojosongo menerima rata-rata 23.000 liter susu per hari dari peternak. Meskipun Koperasi Byolal memproduksi 140.000 liter setiap hari, namun industri hanya mampu menyerap 100.000 liter per hari. Artinya produksi dari petani terlalu banyak sehingga pabrik tidak mampu menampung 30.000 liter per hari.
Kita membuang susu yang tidak diterima industri, karena susunya tidak tahan lama. Alasan mengapa industri tidak menerimanya adalah perbaikan mesin dan lambatnya pasar yaitu produksi produk. Pemasaran industri belum dilakukan, kami perkirakan jumlah produksi akan turun banyak.