jahangircircle.org, DENPASAR — Wakil Ketua Dewan Komisioner Dewan Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara mengatakan, kebijakan modifikasi utang bagi pelaku usaha, usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) tidak lagi memerlukan peraturan OJK . (POJK).
“Sebenarnya POJK tidak perlu, PP (Peraturan Pemerintah) sudah jelas, PP sudah diterbitkan pemerintah berdasarkan UU P2SK (Pembangunan dan Penguatan Sektor Ekonomi) dan itu saja,” kata Mirza usai hadir. Pertemuan Tahunan IOPS dan Agenda Global OECD/IOPS/OJK di Bali pada Rabu (20/11/2024).
PP yang mengaturnya adalah PP No. 47 Tahun 2024 terkait penghapusan kredit macet pada UKM. Aturan tersebut antara lain dikeluarkan agar ada kejelasan aturan dari pemerintah dan Himpunan Bank Nasional (HIMBARA), khususnya terkait pendataan secara cermat terhadap UKM penerima pengecualian pinjaman.
Ia kemudian menyinggung mengenai pembatalan kredit/utang di bank swasta yang menurutnya sudah menjadi hal yang lumrah. “Jadi ini yang biasa dilakukan oleh bank-bank swasta, sekarang dibuat oleh bank-bank BUMN, yang sebenarnya karena takut terjadi perbedaan penafsiran dengan teman-teman dalam penegakan, maka dibuatlah PP, itulah PP. dirilis, dan itu saja,” jelasnya.
Sebelumnya diketahui, Presiden RI, Prabowo Subianto, pada Selasa (5/11/2024) resmi menandatangani PP Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kredit Macet Bagi UMKM. Langkah tersebut diharapkan dapat membantu meringankan beban kredit macet UKM di sektor kreatif seperti pertanian, hortikultura, peternakan, kelautan, fashion, kuliner dan industri kreatif lainnya.
Peraturan tersebut dinilai sebagai solusi untuk membantu UKM yang menghadapi permasalahan keuangan, terutama terkait kredit macet selama lebih dari 10 tahun. Kemudian, total nilai utang yang telah dihapusbukukan mencapai sekitar Rp 10 triliun yang mencakup lebih dari satu juta pelaku UMKM.
OJK menilai aturan ini sama pentingnya dengan implementasi UU P2SK yang memberikan landasan hukum bagi bank milik pemerintah (himbara) untuk menghapus tagihan utang UKM. Selama ini bank swasta bisa lebih leluasa dalam melakukan hapus buku dan penagihan, namun bank BUMN memerlukan kepastian hukum dalam melakukan hal tersebut.
Dengan aturan tersebut, bank-bank pelat merah akan memiliki kepastian hukum untuk menghapuskan tagihan bagi UKM yang terdampak, terutama yang terjebak dalam kredit macet dalam jangka waktu lama. Namun masyarakat telah menciptakan moral hazard, dimana debitur yang sebelumnya telah melunasi kreditnya dengan lancar bisa saja diminta masuk dalam kategori kredit macet untuk dihapuskan.
Oleh karena itu, pengecualian pinjaman ini hanya berlaku untuk jumlah kecil, terutama pinjaman kepada petani, nelayan, atau UKM yang utangnya kecil.
Ketentuan ini untuk memastikan kebijakan tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak membutuhkan keringanan utang. Selain itu, keringanan ini berlaku untuk pinjaman lama, yaitu pinjaman yang berasal dari tahun 2014 atau sebelumnya. Termasuk juga utang akibat faktor bencana alam dan pandemi Covid-19 yang mempengaruhi kondisi keuangan masyarakat.