jahangircircle.org, JAKARTA – Perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga (PN) Semarang. Hal itu tertuang dalam putusan perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg. Shritex dinyatakan pailit karena penagihan utang jumbo sebesar US$1,6 miliar atau Rp 25,01 triliun.
Presiden Indonesia Prabowo Subianto fokus pada kebangkrutan Sritex dengan memerintahkan empat menterinya untuk menyelamatkan perusahaan tersebut. Ekonom Institute of Economic Development and Finance (INDEF) Isha Magfiruha Rachbin berpendapat bahwa ada kebutuhan untuk melakukan hal ini bagi seluruh industri tekstil.
“Jadi tidak hanya menyasar satu perusahaan saja, penyelamatan dilakukan dengan memberikan selimut kepada para pekerja yang terkena PHK, karena dampaknya terhadap daya beli akan membuat mereka jatuh miskin jika tidak memiliki penghasilan,” Isha. kata Republica. , Senin (28/10/2024).
Hal itu dilakukan untuk menjamin penerapan China-ASEAN Free Trade Area (ACFTA), sebelum merebaknya penyakit Covid-19 yang menurunkan daya saing industri tekstil Indonesia (TPT). Indonesia menghadapi defisit perdagangan dengan Tiongkok, yang mendominasi pasar tekstil global dengan produk yang lebih baik dan daya saing yang lebih tinggi.
Ketidakmampuan bersaing juga dapat memperburuk perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Situasi ini mendorong produk garmen Tiongkok masuk ke pasar Indonesia. Dikonfirmasi terpisah, Chief Economist PT Mire Asset Securitas Indonesia Rully Arya Wisnubroto memperkirakan salah satu solusi menyelamatkan Sritex adalah dengan menjual aset untuk melunasi utang.
Dengan adanya permohonan pailit yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon yang dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Semarang dan Sritex kini mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung yang akan memutuskan diterima atau ditolaknya permohonan kasasi. Ditolak, maka putusan Pengadilan Negeri tetap sah, mengurus, menjaminkan dan menjual harta kekayaan perseroan untuk melunasi utangnya. Proses kepailitan akan dilanjutkan melalui kurator yang bertanggung jawab, ujarnya.
Jika Anda ingat masa lalu Sritex didirikan pada tahun 1966 dan berhasil mengekspor produknya ke banyak negara termasuk seragam militer. Shritex telah unggul dalam pembuatan seragam militer di berbagai belahan dunia.
Sepeninggal HM Lukminto pada tahun 2014, perusahaan dilanjutkan oleh kedua putranya, Ivan Setiawan Lukminto dan Ivan Kurniawan Lukminto, generasi kedua dari keluarga tersebut. Di bawah kepemimpinan saudara-saudaranya ini, Shritex tetap kokoh dan mampu mempertahankan nama besarnya di pasar global.
Kenyataannya, wabah Covid-19 tidak terlalu mengganggu operasional pabrik. PT Sritex terbukti mampu mendistribusikan 45 juta masker hanya dalam waktu tiga minggu. Selain itu, situasi Shritex yang terus mengekspor produknya ke Filipina masih menular.
Perusahaan ini memiliki beberapa lini produk mulai dari produksi pemintalan, tenun, finishing dan garmen. Dengan adanya kelompok usaha ini, proses produksi menjadi lebih cepat dan efisien.
Namun, meski produksi dan penjualan terus berlanjut, Shretex mendapati utangnya terus meningkat selama bertahun-tahun. Berdasarkan laporan keuangan terakhir, utang Sritex sekitar Rp 25 triliun. Di sisi lain, kerugian perseroan mencapai Rp 402,66 miliar hingga pertengahan tahun ini. Kewajiban dan kerugian tersebut meningkat akibat melambatnya penjualan akibat penyebaran pandemi Covid-19 dan ketatnya persaingan produk tekstil dan produk tekstil (TPT) antar negara.