jahangircircle.org, JAKARTA — Upaya BPJS bertujuan melindungi 70 juta pekerja dan mengelola dana 1.000 triliun pada akhir tahun 2026.
Memperluas kepesertaan dan meningkatkan kualitas pelayanan merupakan upaya mutlak dari Agresivitas BPJS.
Sebaliknya, badan hukum publik harus menjalankan tugasnya dengan penuh kejujuran dan kebijaksanaan. Selain itu, pesatnya perkembangan teknologi saat ini tidak hanya memberikan kemudahan namun juga berpotensi menimbulkan penipuan.
Menjawab tantangan tersebut, BPJS bersama Lembaga Sertifikasi Profesi Manajemen Risiko Ketenagakerjaan (LSPMR) akan menyelenggarakan Konferensi Nasional Manajemen Risiko pada Kamis (14/11/2024) di Plaza BPJAMSOSTEK, Jakarta.
Mengusung tema “Ethical Leadership and Fraud Prevention: Managing Risk with Integrity”, acara ini dihadiri oleh banyak narasumber yang ahli di bidangnya dan ratusan peserta yang merupakan Certified Risk Management Professionals (CRGP).
Asseb Rahmat Suvanta, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko BPJS Ketenagakerjaan, menekankan pentingnya pengembangan keterampilan manajemen risiko dalam menghadapi ancaman penipuan dan malpraktik yang semakin kompleks di era saat ini.
Menurutnya, sebagai organisasi yang menyelenggarakan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja di Indonesia, BPJS ketenagakerjaan menghadapi berbagai risiko yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya. Salah satu risiko yang paling signifikan dan memerlukan perhatian khusus adalah risiko penipuan.
“Kita tahu bahwa kita tidak bisa berhasil melakukan mitigasi risiko, terutama risiko penipuan. Oleh karena itu, perlu kerja sama dengan instansi pemerintah yang ada seperti PPKB, Ombudsman, dan kemudian praktisi dan pendidik. Bahas tantangan terkini terkait pengurangan risiko. , terutama risiko terjadinya penipuan PBJS di bidang ketenagakerjaan, sehingga kita bisa lebih mempersiapkan masa depan. “Bisa saja,” tegas Asseb.
Lebih lanjut, pihaknya menjelaskan potensi risiko penipuan BPJS Ketenagakerjaan dapat terjadi pada berbagai aspek operasional, mulai dari proses pendaftaran peserta mulai dari klaim penjaminan hingga pengelolaan investasi.
Oleh karena itu, Asep menegaskan, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen menerapkan kebijakan zero Fraud Tolerance untuk menjaga keberlangsungan program jaminan sosial di Indonesia agar pekerja dapat bekerja keras tanpa rasa khawatir.
“Kecurangan dalam bentuk apa pun, sekecil apa pun, tidak akan pernah ditoleransi. Kepercayaan peserta dan seluruh pemangku kepentingan merupakan aset yang paling berharga. “Oleh karena itu, komitmen kami terhadap integritas dan transparansi menjadi landasan utama dalam setiap proses operasional dan pengelolaan keuangan,” ujarnya.
Sejak tahun 2016, BPJS telah bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengembangkan sistem pengendalian penipuan yang komprehensif dengan melakukan penilaian risiko penipuan sebagai bagian dari sistem pengendalian penipuan dan sistem manajemen anti-suap.
12 Tahun 2024 tentang Penerapan Strategi Anti Fraud Bagi BPJS Ketenagakerjaan, Perusahaan Jasa Keuangan (LJK). Peraturan ini memperkuat upaya kami untuk mendukung nihil toleransi terhadap penipuan dengan menyediakan kerangka kerja yang lebih kuat untuk mengelola risiko penipuan.
“Melalui penilaian risiko penipuan dan implementasi POJK Nomor 12 Tahun 2024, BPJS berkomitmen menciptakan lingkungan kerja yang transparan, akuntabel, dan terlindungi dari ancaman penipuan,” tambah Asep.
Wahyu Wibowo, Presiden Global Integrated Risk Management Association (GIRMA), yang hadir dalam acara tersebut, mengapresiasi keseriusan BPJS dalam menangani potensi kecurangan.
“(Operasi) ini sangat bagus untuk menyadarkan akan risiko-risikonya, apalagi risiko yang paling besar, yaitu penipuan, sangat sulit diatasi. Gerakan pemberantasan korupsi saat ini memang tidak mudah, seperti yang selalu disampaikan Presiden. Perlu kekuatan yang luar biasa. .” Telah menunjukkan upaya yang luar biasa dengan melaksanakannya, yang diharapkan efektif menjangkau berbagai tingkatan mulai dari tingkat atas,” tutup Wahu.