jahangircircle.org, JAKARTA — Pengamat Universitas Trishakti Trubus Rahadiansya menyoroti pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Punjaitan yang menyebut pemerintah berencana menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN). Tarif yang akan diberlakukan pertama kali pada 1 Januari 2025 adalah 12 persen. Menurut dia, kebijakan tersebut seharusnya diumumkan oleh Menteri Keuangan Shri Mulyani untuk memberikan kejelasan arah kebijakan pemerintah.
“Pernyataan itu seharusnya dari Sri Mulian, bukan Pak Luhut. “Pac Luhat sudah tidak jadi Menko,” kata Trubus kepada Repubblica, Kamis (28/11/2024).
Ia mengatakan pernyataan-pernyataan mengenai kebijakan kontroversial tersebut memberikan kesan bahwa ego daerah masih ada. Oleh karena itu, menurutnya, penting bagi Menteri Keuangan untuk memberikan klarifikasi, apalagi saat ini Kementerian Keuangan berada di bawah Presiden secara langsung.
“Karena kalau memang mau ditunda, presiden akan mengeluarkan semacam perintah presiden untuk penundaan itu. Tentu saja masukannya dari Menteri Keuangan karena Kementerian Keuangan sekarang langsung berada di bawah Presiden dan tidak melalui Menteri Koordinator lagi, ujarnya.
Terkait kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen, Trubus mengaku setuju tidak hanya aturan tersebut ditunda, tapi juga dibatalkan. Sebab, kondisi perekonomian dengan daya beli yang lemah menjadi indikator utama yang harus diwaspadai pemerintah.
“Karena Indonesia termasuk negara ASEAN tertinggi dalam hal PPN. “Dalam kondisi perekonomian seperti ini, penciptaan lapangan kerja belum menentukan, pemerintahan 100 hari belum dimulai dan pemilukada sudah selesai, makanya saya kira kuliah ini ditunda, dievaluasi atau dibatalkan,” jelasnya.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah berencana menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Ya, mungkin akan tertunda, kata Luhut di Jakarta, Rabu.
Menurut Luhut, penerapan kenaikan PPN sempat tertunda karena pemerintah berencana memberikan insentif atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial kepada masyarakat kelas menengah.
“Sebelum menjadi PPN 12 persen, sebaiknya insentif diberikan terlebih dahulu kepada masyarakat yang kondisi ekonominya sulit,” kata mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Perikanan itu.
Luhat mengatakan, bantuan sosial yang diberikan pemerintah sebagai bantalan penerapan PPN 12 persen tidak berupa bantuan langsung tunai (BLT) melainkan subsidi listrik.
“Tapi itu diberikan untuk listrik. Karena kalau nanti diberikan kepada masyarakat, maka mereka akan takut berjudi lagi, ujarnya.
Luhut mengatakan, pemerintah telah menyiapkan anggaran bansos melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan rencana penyalurannya akan segera difinalisasi.
Sementara terkait gelombang penolakan kenaikan PPN 12 persen di media sosial, Ketua DEN mengatakan hal itu hanya karena ketidaktahuan masyarakat terhadap struktur kenaikan tersebut. “Ya, orang-orang tidak tahu itu, struktur itu,” katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. akan tetap berjalan sesuai amanat undang-undang (UU). Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja gabungan dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis (13/11/2024). Menkeu menjelaskan, kebijakan perpajakan disusun sesuai dengan kondisi di berbagai sektor.
Wacana PPN 12 persen adalah Undang-Undang Harmonisasi Ketentuan Perpajakan (TAH) yang dirancang pada tahun 2021. Saat itu, pemerintah memperhatikan kondisi kesehatan dan kebutuhan dasar masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.