jahangircircle.org, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan penerapan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (BTW) sebesar 12 persen pada 1. sektor pariwisata. Maulana mengatakan, pelaku usaha hotel dan restoran saat ini sedang berjuang untuk pulih dari dampak pandemi.
Pasca (pandemi) Covid, hampir bisa dikatakan kita sulit mencari momentum di high season, kata Maulana saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (18/11/2024).
Maulana menjelaskan, perbaikan kondisi bisnis hotel tidak hanya mengandalkan aspek okupansi atau tingkat keterisian kamar. Maulana mengatakan, peningkatan okupansi pascapandemi tidak selalu berbanding lurus dengan aspek pendapatan pelaku usaha.
Faktanya pendapatannya tidak bertambah, pendapatannya masih turun hampir 10 persen sampai 15 persen. Masih terlalu jauh untuk saat ini. Jadi kita masih kesulitan untuk pulih, kata Maulana.
Selain rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen, lanjut Maulana, sektor hotel dan restoran juga dibebani dengan rencana penyesuaian pajak dan retribusi oleh masing-masing pemerintah daerah. Maulana menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah mampu melakukan harmonisasi soal penetapan fiskal.
“Supaya tidak tumpang tindih dan akhirnya menjadi beban kehidupan dunia usaha. Kalau kita lihat situasi perekonomian saat ini kurang baik sama sekali, kelas menengah kembali sedikit, penyerapan tenaga kerja rendah”, segera. Maulana.
Penyesuaian tarif hotel
Maulana belum bisa memastikan apakah keputusan pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen akan mempengaruhi perubahan tarif kamar hotel. Maulana mengatakan, perubahan tarif hotel akan dilakukan setelah mempertimbangkan biaya operasional.
Maulana menilai kenaikan PPN sebesar 12 persen bisa menjadi penyebab lonjakan biaya operasional hotel. Hal ini berimplikasi pada industri perhotelan untuk melakukan penyesuaian tarif. “Itu harus menjadi pertimbangan,” kata Maulana.
Maulana juga mengkhawatirkan adanya PPN sebesar 12 persen atas kenaikan harga tiket pesawat. Maulana mengatakan, aspek transportasi khususnya pesawat terbang sangat krusial untuk meningkatkan pertumbuhan pariwisata.
Maulana menilai hal tersebut akan membuat biaya perjalanan atau perjalanan wisata di Indonesia semakin mahal. Maulana menilai kondisi tersebut menurunkan daya saing sektor pariwisata Indonesia dibandingkan negara tetangga.
“Contohnya kalau kita lihat harga tiket (pesawat) yang kenaikan PPN-nya 12 persen pasti ada dampaknya nanti. Belum lagi komponen lain yang naik di bandara seperti bandara tax dan lain-lain,” lanjut Maulana.
Maulana juga berharap upaya efisiensi yang dilakukan Presiden Prabowo tidak berujung pada pembatasan perjalanan dinas ke luar kota. Maulana mengatakan, wisatawan nusantara (wisnus), khususnya pelancong bisnis pemerintah, menjadi penopang utama industri pariwisata pascapandemi.
“Jangan sampai ada pertentangan antara upaya pemerintah dalam mendorong pergerakan wisatawan mancanegara, namun di sisi lain, efisiensi besar-besaran dalam kegiatan pemerintah akan berdampak pada perekonomian pariwisata daerah, hingga tidak ada pergerakan.” kata Maulana.