jahangircircle.org, JAKARTA – Ketertarikan Presiden RI Prabowo Subianto terhadap kasus pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menimbulkan sejumlah kekhawatiran. Diantaranya adalah prediksi pemerintah ingin mengambil alih bisnis Sritex untuk menyelamatkannya.
“Menurut saya, masuk akal kalau Pak Prabowo menalangi Sritex, sama seperti kita menggunakan BCA dan bank saat krisis,” kata pengamat ekonomi Peter Abdullah saat dihubungi The Republic.
Peter menegaskan, yang diserahkan pemerintah bukan pemilik perusahaan, melainkan perusahaan itu sendiri, menunggu PHK massal (PHK). Diketahui, BCA sendiri saat krisis moneter dan demam perbankan masuk dalam program restrukturisasi Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sehingga kepemilikan mayoritas menjadi milik pemerintah Indonesia. Beberapa tahun kemudian dijual lagi ke pihak swasta.
“Kalau tidak kita simpan maka BCA akan tutup dan kita akan kehilangan BCA jika dibiarkan kolaps. Sama halnya dengan Sritex sekarang, analoginya begini. Ini bisa dijadikan penggerak untuk menghidupkan kembali apparel kita. industri tekstil,” katanya.
Selain itu, Peter memaparkan analisa instruksi Prabowo kepada empat menterinya dalam pengusutan dan penyelamatan kasus Sretex. Mulai dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja hingga Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Peter mengatakan, di bawah perintah Prabowo, masing-masing kementerian memiliki peran yang jelas dalam upaya menyelamatkan Sritex. Misalnya, Kementerian Ketenagakerjaan sudah jelas mengenai perannya dalam dampak potensi PHK akibat kebangkrutan Sritex. Menurut laporan, sebanyak 50.000 pekerja akan terkena dampaknya, sehingga Kementerian Ketenagakerjaan harus mengambil langkah rekonstruksi.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian tentu terkait dengan kebijakan perlindungan industri tekstil garmen lokal. Misalnya saja terkait sejumlah tantangan seperti intrusi barang impor, intrusi barang selundupan, dan pakaian bekas.
Apalagi, bantuan atau dukungan finansial di bidang Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN, serta kemungkinan pengambilalihan korporasi, tidak bisa dipisahkan.
“Kalau perusahaan ini mendapat bantuan dari pemerintah, berarti pemerintah mengeluarkan uang, itu hak prerogratif menteri keuangan, kalau saya pakai uang pemerintah, maka uang negara berarti milik “Sretex” menjadi milik negara. milik. Makanya akan dialihkan ke Kementerian BUMN,” jelasnya.
Ketika Sritex kembali dipastikan masuk BUMN, Peter yakin hal itu bisa terjadi mengingat upaya penyelamatan yang tanggap cepat saat itu. Namun, hal ini mungkin akan ditawarkan lagi kepada sektor swasta di masa depan.
“Ya mau disebut apa lagi, misalnya pemerintah mengucurkan uang ke swasta untuk menyelesaikan masalah dan masalah Sritex yang mirip BCA atau Bank Niaga mengambil alih,” ujarnya.
“Jadi semua bank-bank yang dulu direkapitalisasi menjadi bank-bank BUMN lalu dijual ke pemerintah, ya, itu mungkin kalau Sritex sudah pulih, bisa diperjualbelikan.” Tapi sebelum dijual, lanjutnya, menjadi milik negara, jadi wakil pemerintah dalam mengelola badan usaha tersebut adalah BUMN.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan Kementerian Perindustrian dan Keuangan bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera mempertimbangkan beberapa opsi dan skema. Untuk menyelamatkan Sritex.
Ia mengatakan dalam keterangan tertulis, Jumat (26/10/2024) bahwa “opsi dan rencana penyelamatan ini akan disampaikan sesegera mungkin setelah keempat kementerian selesai merumuskan metode penyelamatan.”
Agus menegaskan, pemerintah segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan karyawan Sritex setelah Pengadilan Tinggi (PN) Provinsi Semarang menyatakan perusahaan tersebut pailit. Menurutnya, prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan PT Sritex dari pekerjaannya.
“Pemerintah akan segera mengambil tindakan agar operasional perusahaan tetap berjalan dan menyelamatkan pekerja dari PHK,” kata Agus.