jahangircircle.org, JAKARTA – Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Dikti Syntech) Prof. Stella Christi menekankan tantangan yang dihadapi perempuan terkait kemunculan produk berbasis kecerdasan buatan (AI). Menurutnya, permasalahan terbesar dalam penggunaan AI adalah besarnya kemungkinan bias pada data.
Prof. Stella menjelaskan kecerdasan buatan generatif seperti ChatGPT bekerja dengan mengandalkan angka, informasi, dan data yang telah dilatih di dalamnya. Masalahnya, Prof. Stella mengatakan, data yang tersedia saat ini seringkali bias, sehingga hasil akhirnya akan bias.
“AI memang mengandalkan data atau angka. Sedangkan data yang ada saat itu biasanya bias. Jadi kalau datanya bias, pembacaan akhir akan bias. Itu yang jadi masalah kalau menggunakan kecerdasan buatan,” Prof Stella ungkapnya pada Demo Day Inovasi Perempuan 2024 di Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2024).
Prof. Stella kemudian membahas bahwa situasi masyarakat saat ini, dimana perempuan seringkali ditempatkan di urutan kedua atau di belakang laki-laki, berdampak pada diskriminasi data atau algoritma yang digunakan. Permasalahan struktural tersebut juga berdampak pada rendahnya partisipasi perempuan di bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika).
Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa kemampuan STEM antara pria dan wanita adalah serupa dan setara. Oleh karena itu, pihaknya mengajak semua pihak untuk mendukung partisipasi perempuan dalam STEM, agar data dan pandangan yang tersedia dapat terintegrasi dan positif.
“Permasalahan sosial masih ada. Misalnya di Indonesia masih banyak yang berpendapat bahwa pendidikan cukup bagi perempuan, dan ketika kita menjadi ibu rumah tangga sulit untuk berpartisipasi dalam dunia kerja. Faktanya, penelitian berbeda menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki hanya memiliki kemampuan STEM ini, sesuai dengan tren yang mempengaruhi perempuan.
Prof. Stella juga menekankan pentingnya menggunakan etika dalam menggunakan teknologi AI. Selain itu, ia meminta pengguna mengetahui batasan penggunaan kecerdasan buatan. Pasalnya, ketergantungan yang begitu besar terhadap kecerdasan buatan dapat melemahkan daya pikir kritis seseorang dan menjadikannya tidak berguna.
“Kalau masyarakat tidak memberikan sanksi, itu berbahaya. “Apa yang dikatakan di film-film bahwa manusia akan dibawa oleh mesin bisa saja terjadi,” kata Prof. Stella.