jahangircircle.org, JAKARTA – Dengan masifnya penggunaan kecerdasan buatan atau kecerdasan buatan, tantangan etika semakin banyak bermunculan. Muriel Makarim, country marketing manager Google Indonesia, menjelaskan bahwa meskipun AI memiliki potensi besar untuk mendukung kreativitas, pengguna perlu mewaspadai implikasi etisnya, terutama terkait hak paten dan orisinalitas karya.
Hal ini diumumkan usai peluncuran kolaborasi antara Gemini, teknologi AI Google, dan Janji Jiwa. Pada kesempatan kali ini, Gemini berkontribusi dalam proses kreatif terciptanya menu baru yaitu Golden Maple Latte.
“AI seperti Gemini dapat membantu kita bertukar pikiran dan memberikan ide awal, namun keputusan akhir tetap harus dibuat oleh manusia.” “Pengguna harus cerdas dan memastikan hasil AI tidak melanggar hak paten atau mencuri karya orang lain,” kata Muriel saat ditemui di toko Janji Jiwa di Kota Gandaria, Kamis (9/5/2024).
Muriel juga menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan AI, terutama ketika hasil pekerjaan diintegrasikan ke dalam proyek yang lebih besar atau dikomersialkan. “Jadi ya, ketika AI digunakan untuk menghasilkan ide atau konten, setiap pengguna harus memastikan tidak ada unsur yang melanggar,” kata Muriel.
Muriel memahami masalah ini dan mengatakan Google telah memperkenalkan SynthID. Ini adalah teknologi watermarking yang bertujuan untuk melindungi hak cipta atas konten yang dihasilkan AI. Menurut Muriel, SynthID juga memungkinkan pengguna membedakan antara konten buatan manusia dan konten buatan AI.
Selain teknologi SynthID, Google juga memiliki delapan prinsip AI yang menjadi pedoman mendasar dalam mengembangkan teknologi tersebut, dengan fokus pada keamanan dan dampak positif bagi masyarakat. “Google telah berkecimpung dalam dunia kecerdasan buatan selama lebih dari satu dekade, namun baru belakangan ini kecerdasan buatan menjadi lebih populer. “Selama 10 tahun ini, kami selalu berpedoman pada 8 prinsip agar produk kami memberikan dampak positif,” kata Muriel.