jahangircircle.org, JAKARTA — Ekonom Bhima Yudhistira dan Direktur Pusat Ilmu Ekonomi dan Hukum (Celios) menilai sebelum menaikkan PPN (pajak penjualan), lebih baik menambah penghasilan wajib pajak daripada menambah penerimaan negara. pendapatan (tingkat 12 persen).
“Jika ingin menaikkan tarif pajak, tingkatkan wajib pajak berapa pun biayanya,” kata Bhima di Jakarta, Jumat (15/11/2024).
Menurut dia, pemerintah bisa mulai membahas pajak properti dengan potensi Rp 86 triliun per tahun. Pengecualian terhadap kebijakan PPN 12 persen dapat berupa penerapan pajak penghasilan abnormal (pajak laba inti) dan pajak karbon.
Sebab menurutnya, menaikkan tarif PPN dalam kondisi perekonomian saat ini bukanlah solusi yang tepat untuk meningkatkan penerimaan negara.
Jika persentase pertumbuhan yang terakumulasi dalam empat tahun terakhir adalah 12 persen, maka pertumbuhan tersebut dianggap 20 persen. “Dari 10 persen menjadi 11 persen, lalu menjadi 12 persen, kenaikannya besar yaitu 20 persen,” jelasnya.
Dengan perhitungan tersebut, kenaikan PPN lebih besar dibandingkan kenaikan inflasi tahunan. Akibat dari kenaikan PPN saat ini adalah kenaikan besaran sebesar 12 kali lipat yang dapat meningkatkan harga suatu barang.
Selain itu, kelas menengah yang merupakan kelompok utama penyumbang makan di rumah juga menghadapi berbagai permasalahan, seperti kenaikan harga bahan pangan dan lapangan kerja.
Jika PPN 12 persen diterapkan, daya beli dikhawatirkan menurun. Membeli produk sekunder seperti elektronik, mobil dan kosmetik atau perawatan pribadi bisa jadi lambat, mengingat target PPN perusahaan ini adalah kelas menengah.
Hal ini juga mempunyai dampak lain bagi pemilik bisnis. Perubahan harga akibat kenaikan pajak penjualan dapat berdampak pada omzet mereka yang pada akhirnya berdampak pada penyesuaian kapasitas produksi dan pengurangan jumlah karyawan yang dibutuhkan. Jika keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor.
“Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali rencana kenaikan besaran PPN sebesar 12 persen, karena mengancam pertumbuhan ekonomi yang berasal dari konsumsi rumah tangga,” kata Bhima.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan tetap berjalan sesuai ketentuan undang-undang (UU).
Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah Rekening dan Anggaran Negara (APBN) yang harus tetap menjaga kesehatan sekaligus mampu merespons permasalahan serupa.
Namun dalam pidatonya nanti, Menteri Keuangan (Kemenkeu) bersikap hati-hati dan berusaha memberikan penjelasan yang baik kepada publik.
“Undang-undangnya sudah ada. Kita harus siapkan agar bisa diterapkan (pajak penjualan 12 persen), tapi dengan penjelasan yang baik,” ujarnya.