jahangircircle.org, JAKARTA – TikTok dan perusahaan induknya, ByteDance, akan menghadapi kasus pengadilan pada Senin untuk melawan undang-undang yang dapat melarang aplikasi tersebut di Amerika Serikat. Jika undang-undang ini diterapkan, TikTok, yang digunakan oleh 170 juta orang Amerika, akan dilarang di semua negara bagian mulai 19 Januari.
Pengadilan Banding Distrik Columbia AS akan mengadakan argumen lisan mengenai tantangan hukum untuk mengakhiri TikTok pada pertengahan minggu terakhir pemilihan presiden tahun 2024.
Kandidat presiden dari Partai Republik Donald Trump dan Wakil Presiden Kamala Harris secara aktif menggunakan TikTok untuk menarik pemilih baru. TikTok dan ByteDance berpendapat bahwa undang-undang tersebut tidak konstitusional dan melanggar hak kebebasan berpendapat warga negara AS.
“Ini juga berarti meninggalkan tradisi negara ini yang selalu mendukung kebebasan internet,” kata TikTok dan ByteDance, seperti dilansir Reuters, Minggu (15/9/2024).
Kekhawatiran di kalangan anggota parlemen AS tentang kemungkinan Tiongkok mengakses atau memata-matai informasi warga Amerika melalui aplikasi-aplikasi ini menjadi alasan disahkannya RUU tersebut. RUU tersebut disetujui dengan suara bulat oleh Kongres AS pada bulan April, hanya beberapa minggu setelah diperkenalkan.
ByteDance menekankan bahwa peretasan tidak mungkin dilakukan secara teknis, komersial, atau hukum. Tanpa intervensi pengadilan, TikTok akan dilarang pada 19 Januari. Hakim Sri Srinivasan, Neomi Rao dan Douglas Ginsburg akan mendengarkan kasus yang diajukan oleh TikTok dan penggunanya.
TikTok dan Departemen Kehakiman telah meminta keputusan tanggal 6 Desember yang memungkinkan Mahkamah Agung AS mengambil keputusan sebelum larangan tersebut berlaku.
Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang tersebut pada bulan April, memberikan ByteDance batas waktu hingga 19 Januari untuk menjual TikTok atau menghadapi larangan, namun ia dapat memperpanjang batas waktu tersebut hingga tiga bulan jika penjualan tetap dilaksanakan.
Gedung Putih dan anggota parlemen lainnya mengatakan langkah tersebut merupakan tantangan bagi pemilik aplikasi Tiongkok, bukan langkah untuk mengakhiri TikTok.
Gedung Putih telah menekankan bahwa mereka ingin menghilangkan kepemilikan Tiongkok atas TikTok karena alasan keamanan, tetapi bukan dengan melarang aplikasi tersebut.