jahangircircle.org, JAKARTA – Dokter kulit I Gusti Nyoman Darmaputra SpDVE mengimbau masyarakat mewaspadai penguji produk perawatan kulit. Menanggapi temuan terbaru BPOM, ia menekankan pentingnya persetujuan edar dan verifikasi bahan pada produk perawatan kulit.
Dokter Darma mengatakan ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum membeli kosmetik atau produk perawatan kulit. Cek dulu persetujuan edar BPOM secara detail, jangan hanya mengandalkan klaim kemasan saja.
“Pastikan produk tersebut memiliki nomor registrasi BPOM yang dapat dicek langsung melalui website resmi atau aplikasi BPOM. “Hal ini menjamin produk tersebut telah lolos uji keamanan dan mutu,” ujarnya saat dihubungi jahangircircle.org, Kamis (14/11/2024).
Kedua, memahami pengertian kosmetik. Dokter Darma menjelaskan kosmetik tidak digunakan untuk pengobatan, melainkan hanya untuk menjaga dan memperbaiki penampilan kulit. Jika suatu produk mengklaim dapat mengobati atau mengobati suatu penyakit, produk tersebut diklasifikasikan sebagai produk obat dan memerlukan izin terpisah.
Lalu yang ketiga, hati-hatilah terhadap produk yang tidak dikemas. Darma menjelaskan, produk topikal (seperti suntikan) memiliki risiko yang signifikan, seperti infeksi, alergi, atau masalah lainnya.
“Penggunaan produk tersebut harus di bawah pengawasan tenaga medis yang berkompeten agar tidak berdampak tidak hanya pada kulit, tetapi juga lapisan yang lebih dalam,” kata Ketua Departemen Dermatologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Udayana itu.
Keempat, selalu waspada terhadap keluhan yang bersifat instan. Darma mengimbau masyarakat untuk tidak membeli produk yang hasilnya cepat atau instan, karena seringkali mengandung bahan berbahaya yang dapat membahayakan kulit dan kesehatan.
Jika ragu dengan keamanan produk kosmetik, ia menyarankan masyarakat untuk berkonsultasi langsung dengan dokter kulit. Dokter akan memperhatikan baik-baik kondisi kulit, termasuk riwayat kesehatan, pemeriksaan kulit, dan faktor lain yang mempengaruhi kondisi seseorang.
“Jangan percaya informasi yang tersebar di media sosial, meski dari dokter, apalagi jika dokter tersebut menjual produk terkait,” ujarnya.
Untuk diketahui lebih lanjut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia telah mencabut izin peredaran 16 produk kosmetik yang digunakan atau digunakan sebagai obat melalui jarum suntik atau mikroinjektor. BPOM mencatat produk suntik atau suntik tidak termasuk dalam kategori kosmetik. Suntikan yang dilakukan dengan menggunakan produk yang tidak tepat dan dilakukan oleh tenaga non-medis menimbulkan risiko kesehatan.