jahangircircle.org, JAKARTA — Pengamat sepak bola sekaligus koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali mengatakan, nasionalisme tidak bisa dihindari dalam sepak bola dunia. Semua negara akan melakukannya karena FIFA juga mengizinkan semua negara melakukannya sendiri.
Hal tersebut disampaikan Akmal saat menjadi pembicara pada paparan Kajian Indikator Terkait Kinerja PSSI. Dalam studi ini, Indikator menemukan bahwa 54,5 persen responden tidak memiliki masalah dengan banyaknya pemain alami. Sedangkan 31,5 persen responden yang setuju dengan naturalisasi tidak setuju dengan banyaknya pemain yang dinaturalisasi.
“Dengan melonjaknya timnas di ranking FIFA, mayoritas masyarakat mengapresiasi peningkatan level performa timnas. Mayoritas sebesar 80,3 persen mengatakan level timnas saat ini sudah bagus dan sangat bagus. Mereka merasa level timnas sudah jauh meningkat,” kata Direktur Indikator, Burhanuddin Muhatadi. pada Selasa (5/11/2024).
Menanggapi hal tersebut, Akmal menyebut naturalisasi merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam dunia sepak bola. Karena diperbolehkan oleh FIFA.
Pasal 19 aturan FIFA menjelaskan syarat naturalisasi adalah pemain lahir di negara yang benar, ayah atau ibu kandungnya lahir di negara yang benar, kakek atau neneknya lahir di negara yang benar, pemain mempunyai hidup di negara yang bersangkutan selama 5 tahun ketika ia mencapai umur 18 tahun.
“Jadi dari 4 kondisi alam tersebut, jika salah satu kondisi tersebut terpenuhi maka FIFA akan mengizinkan proses asimilasi,” ujarnya.
Akmal menjelaskan, sepak bola merupakan permainan yang dibuat oleh alam. Ada rekor 108 pemain sepak bola naturalisasi sejak zaman Cristian Gonzalez hingga sekarang. Ini belum termasuk pemain era 50-an.
Jadi saat kita bermain di Piala Dunia 1938 itu pertama kali alami, ada yang berdarah Indonesia, ada yang berdarah Tionghoa, ada yang berdarah Belanda, dan ada yang berdarah Belanda, kata Akmal.
Namun, Akmal mengingatkan, jika performa timnas turun, bisa jadi bom waktu. Ketika keberhasilan ini gagal, menurutnya naturalisasi akan dikritisi banyak pihak.
“Sebenarnya kita mengikuti strategi Jepang, dulu mereka juga melakukan ekologis tapi hanya sebentar untuk meningkatkan performa timnas Jepang. Karena dulu Jepang adalah tim kosong,” ujarnya.
Akmal menduga PSSI ingin mencontoh Jepang agar cepat meningkatkan kualitas timnas Indonesia, dan jangka panjang melahirkan ikon sepak bola.
“Oleh karena itu menurut saya penting kita mempersiapkan pembinaan pemuda ini agar berjalan secara sistematis. “Saya berharap ASprov lain bisa bekerja lebih baik lagi agar kita bisa menemukan pemain-pemain yang berkualitas, semoga sepak bola kita lebih sukses dari kendala-kendalanya,” ujarnya.